Penetapan Tersangka Kasus Dugaan Permintaan Jatah Proyek Rp 5 Triliun Terkesan Terburu - buru

Praktisi Hukum Bahtiar Rifai. (Istimewa)

CILEGON - Praktisi Hukum Bahtiar Rifai menyoroti penetapan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan permintaan jatah proyek Rp 5 triliun tanpa lelang kepada PT Chengda Engineering Co, salah satu main kontraktor yang menggarap proyek pembangunan pabrik PT Chandra Asri Alkali (CAA). 

Diketahui, tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka itu adalah Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Cilegon berinisial MS, Wakil Ketua Bidang Industri Kadin Cilegon inisial AI dan Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cilegon RZ. Para tersangka dijerat dengan Pasal 368 Jo 335 KHUP terkait pemerasan serta pengancaman.

Praktisi Hukum Bahtiar Rifai, menilai penetapan ketiga tersangka tersebut terkesan terburu-buru. 

"Saya lihat proses ini terlalu cepat, karena bersifat hal-hal ambigu seperti tindakan menggebrak meja itu apakah masuk delik Pasal 368 atau 335 KUHP mesti ada ahli yang perlu diperiksa untuk memastikan apakah penyidik ini yakin menetapkan tersangka," kata Bahtiar dalam keterangannya, Senin (19/5/2025).

Bahtiar menjelaskan, kalau berbicara delik pengancaman harus ada narasi atau pernyataan yang bersifat kekerasan.

Baca juga: Jadi Tersangka Kasus Minta Jatah Proyek Rp 5 Triliun Tanpa Lelang, Ini Sosok Ketua Kadin Cilegon

"Saya kira tidak sesederhana itu untuk pembuktiannya, ini mesti dihadirkan ahli. Saya menduga ahli belum ada,"ujarnya.

"Ketika ahli belum ada, saya menduga dua alat bukti yang dikumpulkan pihak penyidik belum cukup sehingga penetapan tersangka sebagaimana dalam Pasal 183 dan 184 KUHAP belum terpenuhi," jelasnya. 

Jika ditarik dari pertemuan yang dilakukan Kadin Cilegon dengan pihak PT Chengda Engineering Co yang sifatnya audiensi.

Bahtiar bilang, dalam pertemuan audiensi wajar saja bila terdapat permintaan yang sifatnya bisa diterima atau ditolak.

"Ketika ada permintaan dari Kadin Cilegon agar diberikan pekerjaan sebesar Rp 5 triliun tanpa lelang itukan sifatnya permintaan tidak ada pengancaman maupun pemerasan," ungkapnya. 

Dia berpendapat bahwa upaya tersebut merupakan cara Kadin Cilegon berkomunikasi dengan investor untuk menjembatani kepada para pengusaha lokal. 

Apalagi, organisasi profesi selevel kadin sudah dijamin institusi yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri.

"Artinya, ada kewajiban yang diamanatkan konsitusi kepada ketua Kadin Cilegon untuk mengkomunikasikan hal-hal yang bersifat strategis terkait masalah perdagangan, perindustrian, dan jasa," tuturnya. 

Bahtiar juga mengungkapkan bahwa komunikasi yang dibangun Kadin Cilegon dengan kontraktor penyedia bertujuan agar pengusaha lokal diakomodir, dan tidak hanya menjadi penonton ketika ada investasi masuk di daerahnya. 

"Saya kira hal yang wajar bila ketua Kadin Cilegon berserta jajaran melakukan audiensi dengan pihak PT Chandra Asri dalam rangka meminta informasi untuk kejelasan agar bisa bersinergi," terangnya. 

"Karena saya meyakini bahwa ketua Kadin didesak banyak pengusaha yang berada di bawah mereka untuk memastikan sikap organisasi bagaimana, karena proyek sudah berjalan, tetapi tidak ada komunikasi sama sekali dengan pengusaha lokal," sambungnya.

Bahtiar berpandangan sesama anak bangsa yang mencari makan di negara sendiri diharapkan permasalahan tersebut dibisa diselesaikan dengan damai.

Karena menurutnya, tidak semua peristiwa dikaitkan dengan isu premanisme yang semuanya dianggap pemerasan serta pengancaman.

"Saya berharap permasalahan ini bisa diselesaikan secara damai dengan upaya keadilan restoratif," pungkasnya. (Arie/BB).