Rabu, 8 Oktober 2025

Wakil Ketua DPRD Cilegon Masduki Soroti Pelayanan di OPD Hingga Kemiskinan

Wakil Ketua DPRD Kota Cilegon, Masduki (Foto: Istimewa)

CILEGON, BabeBanten – Wakil Ketua II DPRD Kota Cilegon, Masduki, menyebut buruknya pelayanan Poli Gigi di RSUD Kota Cilegon sebagai gambaran dari "penyakit" pegawai di lingkup Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Menurut dia, banyak OPD meluncurkan program-program menarik, namun gagal dalam implementasi dan penyelesaian masalah mendasar di lapangan.

Pernyataan itu disampaikan Masduki setelah mendapat kabar kasus antrean pasien poli bedah mulut di RSUD viral di media sosial. Ia menilai kasus tersebut bukan sekadar persoalan teknis, melainkan refleksi lemahnya tata kelola Pemerintahan.

“Kasus di RSUD bukan sekadar masalah teknis, selain berita di media sosial juga saya mendapat aduan, waktu tunggu cabut akar gigi sampai mau 3 bulan. Ini adalah cerminan dari tata kelola pemerintahan yang kurang efektif. Ada program yang seolah digitalisasi gencar, tapi akarnya, yaitu keterbatasan tenaga dan fasilitas. Ini tidak pernah diselesaikan,” ungkap Masduki.

Politisi PAN ini berencana akan memastikan secara langsung bagaimana pelayanan yang dilakukan di Poli Gigi itu. Dia juga tidak habis fikir, bagaimana bisa seorang dokter bekerja tidak dengan profesional, sementara, Pemkot Cilegon baru saja merogoh kocek yang tidak sedikit untuk melakukan pembangunan medical center 5 lantai dalam rangka peningkatan pelayanan terhadap masyarakat.

Bukan hanya berbicara terkait buruknya pelayanan kesehatan yang ada, Masduki juga menyoroti terkait pengentasan pengangguran di Kota Cilegon. Data BPS menunjukkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kota Cilegon pada Agustus 2024 mencapai 6,08%, lebih tinggi dibandingkan angka nasional 4,91%. Padahal, 61 dari 100 penduduk usia kerja di Cilegon aktif secara ekonomi.

“Disnaker harus melakukan komunikasi dan berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan. Jangan sampai industri di Cilegon kekurangan SDM, sementara lulusan SMA/SMK banyak yang menganggur. Program vokasi harus benar-benar link and match dengan kebutuhan industri, bukan sekadar pelatihan. Lalu Satpol PP harus tegas jalankan Perda yang ada,”ujarnya.

Persentase penduduk miskin di Cilegon hanya 3,75%, lebih rendah dari Banten (5,84%) maupun nasional (9,03%). Namun, indeks kedalaman kemiskinan (P1 = 0,44) dan keparahan (P2 = 0,07) masih menunjukkan kerentanan sosial. 

“Kemudian, Dinas Sosial jangan hanya fokus pada bantuan rutin. Perlu ada program pemberdayaan yang terintegrasi dengan Dinas Koperasi dan UMKM. Beri mereka kail, bukan hanya ikan. Program pemberdayaan harus nyata, bukan sekadar laporan seremonial,” tuturnya. 

PDRB Cilegon masih didominasi industri pengolahan (56,16%), sedangkan perdagangan hanya 12,16% dan konstruksi 7,87%. Hal ini membuat ekonomi sangat rentan terhadap gejolak global, misal ada industri barang baku eksportir ke Amerika, sementara sedang ada perang tarif dan tidak bisa ekspor akhirnya produksi menurun dan terjadi pengurangan tenaga kerja.

“Kalau industri baja atau kimia terguncang karena isu global, dampaknya pasti PHK massal. Dinas Perindustrian dan Perdagangan harus lebih serius dalam diversifikasi ekonomi. Kita butuh OPD yang berani mengawal sektor pariwisata, logistik, dan ekonomi digital. Jangan sampai Cilegon hanya bergantung pada satu mesin ekonomi,” imbuhnya. 

Masduki menegaskan DPRD akan memperketat fungsi pengawasan. Rapat Dengar Pendapat (RDP) tidak lagi hanya membahas masalah teknis, melainkan menggali akar persoalan sistemik di setiap OPD.

“Kami akan memastikan setiap OPD memiliki indikator kinerja yang jelas dan terukur. Anggaran yang diajukan harus dibarengi komitmen perbaikan konkret. Kasus RSUD ini pelajaran berharga, bahwa janji tanpa solusi hanyalah retorika yang tidak menyelesaikan masalah masyarakat,”pungkasnya.(ADV)